berkutat
pada laptop sederhanaku. Sejak tadi jari-jari lentikku menari-nari di
atas
keyboard laptopku. Perkenalkan namaku Karuka Yagumi. Beberapa orang
memanggilku
Kaya. Singkatan dari nama lengkapku. Karuka Yagumi, begitulah
kata mereka.
Namun tetap saja banyak yang memanggilku Karuka. Tiba-tiba
seseorang
membuka pintu kamarku spontan aku langsung menoleh karena aku berada
dekat dengan
pintu, maklum kamarku hanya berukuran 2 setengah meter kali 2
setengah
meter. Walaupun begitu aku sangat menikmati kamar kecilku ini.
“Karuka..
kak Dei sudah pulang dari Kyoto” kata seseorang itu memberik kabar padaku
“iya
kah...?” sahutku
santai
“iya, dia
bilang kenapa Karuka tidak mengunjunginya
saat di
sana? Di kontrakannya?” katanya lagi membuatku sedikit terkejut namun tidak kentara di matanya
“oh iya kah?
Waktu di mananya?” tanyaku
sedikit menggebu-gebu
“katanya
waktu yang Karuka menginap di hotel Yakuza,
teman Karuka
yang juga temannya kak Dei ke sana”
“ah iya kah?
waktu
di sana
hanya sebentar dan aku menggunakannya untuk istirahat untuk
melanjutkan
perjalanan, lagipula aku tidak tahu di mana kontrakannya. Aku hanya
sebentar
saja di sana...”
“ya paling
tidak beritahu dia lewat sms kalau Karuka
ada di sana” aku agak
terkejut mendengarnya
namun aku tidak menunjukkannya
‘jadi dia
ingin aku mengunjunginya’
“kalau
ketemu dengannya, katakan aku minta maaf
karena tidak
mengunjunginya”
kataku
“terlambat!
Dia sudah di sini” sahutnya
cepat
Sempat
terdiam sejenak keduannya. Aku pun
masih
berkutat pada laptopku
“kapan
Karuka menjenguk ayahnyan kak Dei?” tanyanya memecahkan keheningan
“oh ayahnya
Dei sudah pulang?” tanyaku
agak
terkejut.
Aku banyak tidak tahunya, pikirku.
“iya, kalau
ada waktu menjenguklah!” aku malah balik bertanya
“belum
tahu
lagi, banyak
sekali tugas kuliahku”
“kalau ada
waktu” sahutnya
cepat dengan penuturan kata yang lambat
Saat
kusadari apa maksudnya,
aku agak
terkikik mendengarnya
“iya ...” sahutku tertawa ringan
‘aku masih
memikirkannya. Kapan ya aku akan
mengunjungi
ayah kak Dei dan bertemu dengan kak Dei?’ pikirku saat aku masih berkutat pada laptopku
Jujur saja,
aku merasa
bersalah dan
menyesal tidak mengunjunginya. Bahkan aku tidak tahu bahwa temanku
yang dimaksudnya
itu datang mengunjunginya, tapi kapan itu. aku terus
memikirkannya.
Menyebalkan!
Keesokkan
harinya, kulihat
pemandangan
di luar jendela kecilku. Langit terlihat redup masih ada jejak air
hujan yang
menggenang di jalan. Entah mengapa sejak bangun dari tidur, aku
kembali
teringat tentang tadi malam dan masih menghinggap perasaan bersalah.
Cukup lama
hal itu berlangsung, tiba-tiba sesuatu menjalar di dadaku. Bahkan
ketika aku
hendak mengambil sesuatu dengan tangan kiriku, aku tak mampu
menggenggamnya.
Bendanya sempat berada di tanganku terjatuh. Berulang kali aku
melakukannya
dengan benda yang berbeda. Sempat terjatuh kemudian aku mencoba
mengambilnya
dan mencoba benda lain, terjatuh lagi benda itu. Menambah sensasi
asing yang
menjalar di dadaku. Kedua mata terasa panas dan mendesak ingin
dikeluarkan.
Airmataku tertahan di kedua bola mataku. Aku merasa sedih tak
mampu
menggunakan tangan kiriku dengan baik. Aku tak tahu sebabnya.
Sesampai di
kampus, tepatnya
di kelas
Perasaan itu
masih menjalar
di sekitar
dadaku. Aku tak mengerti. Aku hanya diam, membungkam mulut ini dan
bersikap tak
biasa, begitulah kata kebanyakan orang. Aku berpindah tempat
duduk,
mencoba merubah perasaan yang sedang kurasakan ini.aku sedang mencoba
mengendalikan
emosiku. Emosi bukan berarti marah. Biar kuperjelas dan
memperbaiki
kesalahpahaman ini.
Emosi itu
adalah ungkapan
perasaan
yang tercipta melalui tingkah laku dan ekspresi. Bisa jadi salah
satunya yang
tertera jelas, baik tingkah laku maupun ekspresi wajah. Perasaan
itu terbagi
atas 2 yaitu perasaan baik dan perasaan buruk. Perasaan baik yaitu
senang,
bahagia, gembira, tertawa melalui tertawa dan tersenyum, dari tingkah
laku bisa
melalui apa saja. Entah harus loncat kegirangan, berteriak dan lain
sebagainya.
Sedangkan perasaan buruk yaitu sedih, marah, sinis, hal buruk lainnya.
Bila dari
tingkah laku marah-marah hingga memukul sesuatu, bersikap sinis,dan
lainnya. Ya
begitulah!
Aku mencoba
msendengarkan musik
berharap
bisa dan bereaksi padaku, namun hasilnya nihil. Aku mencoba mencari
lagu lain,
mengutak-atik mencari lagu lain agar dapat mengubah perasaan ini.
Dan ternyata
aku menemukannya. Syukurlah tidak berlangsung terlalu lama. Aku
pun mulain
bersenang-senang sendirian dengan dengan berfoto selfie di webcam
laptop.
Setelah merasa lebih baik, aku pun mengajak salah satu temanku untuk
berfoto
bersama. Rasanya lumayan menyenangkan.
Kau tahu,
orang-orang
mengenalku
sebagai orang yang ceria. Lalu mereka akan merasa sangat aneh dan
heran jika
aku berubah menjadi pendiam dan bersikap sinis, juga seperti
terlihat
marah dan dingin. Aku menghela nafas, sebenarnya itu juga bagian dari
diriku hanya
saja tidak banyak orang yang tahu akan hal itu. Tidak masalah!
Lagipula
pendapat orang kan beda-beda, pikirku.
Keesokan
harinya kujalani
hari seperti
biasa dengan perasaan yang baik hingga sampai ke mata kuliah
bahasa
inggris. Entah kenapa aku akan berubah pada saat tertentu, misalnya saja
mata kuliah
bahasa inggris ini. Aku tertawa girang bila jawaban yang ku jawab
bersama
teman-teman benar hingga kami ber-tos-ria dengan salah satu temanku
sambil
meneriakkan ‘kita betul!’ setelah itu yang lain ikut meneriakan berupa
erangan
seperti yang kulakukan sebelumnya, menyebalkan! Nanti kalian akan
merindukanku!
Lihat saja!, teriakku dalam hati
Keesokkan
harinya aku masih
menjalani
hsriku seperti biasa. Hari ini di mata kuliah jam terakhir
mendapatkan
ilmu baru bagiku. Aku bahkan agak ragu bisa menggunakannya lagi
karena sudah
satu semester ini tidak menggunakannya, aku memang tak pandai
menggunakannya.
Baiklah! Aku harus berusaha, kataku dalam hati bersemangat.
Sepulang
dari kampus
Aku berjalan
mencari sesuatu
yang kucari.
Lama itu berlangsung hingga satu jam lebih sampai aku
menemukannya.
Walaupun begitu aku tidak bisa mendapatkannya. Lalu aku pergi ke
suatu tempat
untuk mengunjungi seseorang. Sudah lama tidak berkunjung karena
itu aku ke
sana. Aku berbincang dengan seseorang itu hingga mencapai keheningan
dan ia pun
sibuk. Aku berinisiatif, mengambil kesempatan untuk menelepon kak
Dei tapi aku
agak ragu karena malu. Aku terus berpikir berulang-ulang hingga
kucoba
sekedar menekan tombol berwarna hijau di ponselku tak lama kudengar
seseorang di
seberang sana berbicara dari ponselku. Aku mendengar agak samar
karena ponsel
agak jauh sekitar 30 cm. Segera kudekatkan ponselku ke
telingaku
dan menjawab panggilannya. Kami berbicara agak lama karena ada
kesamaan di
antara kami yaitu keahliannya sekarang sedang kupelajari.
Kalau boleh
jujur, aku
sangat malu.
Aku bahkan sempat berpikir untuk memutar ulang waktu dan meminta
maaf karena
tidak mengunjunginya di Kyoto. Aku mulai bernostalgia dan mulai
menganalisis
kehidupanku. Dulu kak Dei bersekolah di The Fortune High School
dan aku di
The Normal High School yang bersebelah dengan sekolah kak Dei. Kedua sekolah
itu memiliki halaman yang sama.
Kemudian
saat di senior high scool dia mengambil jurusan Multimedia, aku pun
begitu. Dan sekarang aku mengambil jurusan yang
sama di
perkuliahan ini setelah dia lulus dari kampus tersebut. Ya! Kami duduk
di bangku
kuliah yang sama. Bahkan kami lahir di bulan yang sama, April. Hanya
berbeda dua hari darinya,
ya aku lebih
dulu. Tapi tetap saja dia lebih tua karena berbeda 3 tahun.
Apakah ini
hanya kebetulan
ataukah ...
Ah, mungkin
aku hanya
berlebihan
menganalisis sejauh itu
Aku jadi
ingat saat aku
belum
sekolah dasar, aku sering bermain bersamanya.kini aku memegang kening
paling
kananku. Luka ini, mengingatkanku akan hal itu. kening bagian ini sempat
terluka dan
mengeluarkan darah hingga
aku pingsan,
kata orang-orang. Aku ingin menanyakan secara langsung padanya.
‘setelah itu
apa yang terjadi’ aku ingin
menanyakan hal itu. yang kuingat saat itu,
setelah aku
siuman, ibuku sedikit
berteriak kepadaku
dan bertanya beberapa hal. Aku tahu kenapa? Ia sangat
khawatir.
Tapi kapan aku bisa menanyakannya. Kurasa jarak kami semakin jauh saja.
Aku ingin
mengejarnya. Bersama seperti dulu seperti seorang teman dan terus
bermain. Aku
tahu kami tidak muda lagi dan tidak seperti anak-anak bermain-main.
Paling tidak
bersenda gurau dan mengobrol adalah pengganti dari kata
main-bermain
semasa kita kecil.
Thursday, 30 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar