Minggu, 14 Juni 2015

ceritaku nostalgia

Kini aku sedang asyik
berkutat pada laptop sederhanaku. Sejak tadi jari-jari lentikku menari-nari di
atas keyboard laptopku. Perkenalkan namaku Karuka Yagumi. Beberapa orang
memanggilku Kaya. Singkatan dari nama lengkapku. Karuka Yagumi, begitulah
kata mereka. Namun tetap saja banyak yang memanggilku Karuka. Tiba-tiba
seseorang membuka pintu kamarku spontan aku langsung menoleh karena aku berada
dekat dengan pintu, maklum kamarku hanya berukuran 2 setengah meter kali 2
setengah meter. Walaupun begitu aku sangat menikmati kamar kecilku ini.



“Karuka.. kak Dei sudah pulang dari Kyoto” kata seseorang itu memberik kabar padaku

“iya kah...?” sahutku santai

“iya, dia bilang kenapa Karuka tidak mengunjunginya
saat di sana? Di kontrakannya?” katanya lagi membuatku sedikit terkejut namun tidak kentara di matanya

“oh iya kah? Waktu di mananya?” tanyaku sedikit menggebu-gebu

“katanya waktu yang Karuka menginap di hotel Yakuza,
teman Karuka yang juga temannya kak Dei ke sana”

“ah iya kah? waktu 
di sana hanya sebentar dan aku menggunakannya untuk istirahat untuk
melanjutkan perjalanan, lagipula aku tidak tahu di mana kontrakannya. Aku hanya
sebentar saja di sana...”

“ya paling tidak beritahu dia lewat sms kalau Karuka
ada di sana” aku agak
terkejut mendengarnya namun aku tidak menunjukkannya 

‘jadi dia ingin aku mengunjunginya’



“kalau ketemu dengannya, katakan aku minta maaf
karena tidak mengunjunginya”
kataku

“terlambat! Dia sudah di sini” sahutnya cepat



 Sempat terdiam sejenak keduannya. Aku pun
masih berkutat pada laptopku

“kapan Karuka menjenguk ayahnyan kak Dei?” tanyanya memecahkan keheningan

“oh ayahnya Dei sudah pulang?”  tanyaku agak
terkejut. Aku banyak tidak tahunya, pikirku.



“iya, kalau ada waktu menjenguklah!” aku malah balik bertanya

 “belum tahu
lagi, banyak sekali tugas kuliahku”

“kalau ada waktu” sahutnya cepat dengan penuturan kata yang lambat

Saat kusadari apa maksudnya,
aku agak terkikik mendengarnya

“iya ...” sahutku tertawa ringan



‘aku masih memikirkannya. Kapan ya aku akan
mengunjungi ayah kak Dei dan bertemu dengan kak Dei?’ pikirku saat aku masih berkutat pada laptopku



Jujur saja, aku merasa
bersalah dan menyesal tidak mengunjunginya. Bahkan aku tidak tahu bahwa temanku
yang dimaksudnya itu datang mengunjunginya, tapi kapan itu. aku terus
memikirkannya. Menyebalkan!



Keesokkan harinya, kulihat
pemandangan di luar jendela kecilku. Langit terlihat redup masih ada jejak air
hujan yang menggenang di jalan. Entah mengapa sejak bangun dari tidur, aku
kembali teringat tentang tadi malam dan masih menghinggap perasaan bersalah.
Cukup lama hal itu berlangsung, tiba-tiba sesuatu menjalar di dadaku. Bahkan
ketika aku hendak mengambil sesuatu dengan tangan kiriku, aku tak mampu
menggenggamnya. Bendanya sempat berada di tanganku terjatuh. Berulang kali aku
melakukannya dengan benda yang berbeda. Sempat terjatuh kemudian aku mencoba
mengambilnya dan mencoba benda lain, terjatuh lagi benda itu. Menambah sensasi
asing yang menjalar di dadaku. Kedua mata terasa panas dan mendesak ingin
dikeluarkan. Airmataku tertahan di kedua bola mataku. Aku merasa sedih tak
mampu menggunakan tangan kiriku dengan baik. Aku tak tahu sebabnya.



Sesampai di kampus, tepatnya
di kelas



Perasaan itu masih menjalar
di sekitar dadaku. Aku tak mengerti. Aku hanya diam, membungkam mulut ini dan
bersikap tak biasa, begitulah kata kebanyakan orang. Aku berpindah tempat
duduk, mencoba merubah perasaan yang sedang kurasakan ini.aku sedang mencoba
mengendalikan emosiku. Emosi bukan berarti marah. Biar kuperjelas dan
memperbaiki kesalahpahaman ini.



Emosi itu adalah ungkapan
perasaan yang tercipta melalui tingkah laku dan ekspresi. Bisa jadi salah
satunya yang tertera jelas, baik tingkah laku maupun ekspresi wajah. Perasaan
itu terbagi atas 2 yaitu perasaan baik dan perasaan buruk. Perasaan baik yaitu
senang, bahagia, gembira, tertawa melalui tertawa dan tersenyum, dari tingkah
laku bisa melalui apa saja. Entah harus loncat kegirangan, berteriak dan lain
sebagainya. Sedangkan perasaan buruk yaitu sedih, marah, sinis, hal buruk lainnya.
Bila dari tingkah laku marah-marah hingga memukul sesuatu, bersikap sinis,dan
lainnya. Ya begitulah!



Aku mencoba msendengarkan musik
berharap bisa dan bereaksi padaku, namun hasilnya nihil. Aku mencoba mencari
lagu lain, mengutak-atik mencari lagu lain agar dapat mengubah perasaan ini.
Dan ternyata aku menemukannya. Syukurlah tidak berlangsung terlalu lama. Aku
pun mulain bersenang-senang sendirian dengan dengan berfoto selfie di webcam
laptop. Setelah merasa lebih baik, aku pun mengajak salah satu temanku untuk
berfoto bersama. Rasanya lumayan menyenangkan.



Kau tahu, orang-orang
mengenalku sebagai orang yang ceria. Lalu mereka akan merasa sangat aneh dan
heran jika aku berubah menjadi pendiam dan bersikap sinis, juga seperti
terlihat marah dan dingin. Aku menghela nafas, sebenarnya itu juga bagian dari
diriku hanya saja tidak banyak orang yang tahu akan hal itu. Tidak masalah!
Lagipula pendapat orang kan beda-beda, pikirku.



Keesokan harinya kujalani
hari seperti biasa dengan perasaan yang baik hingga sampai ke mata kuliah
bahasa inggris. Entah kenapa aku akan berubah pada saat tertentu, misalnya saja
mata kuliah bahasa inggris ini. Aku tertawa girang bila jawaban yang ku jawab
bersama teman-teman benar hingga kami ber-tos-ria dengan salah satu temanku
sambil meneriakkan ‘kita betul!’ setelah itu yang lain ikut meneriakan berupa
erangan seperti yang kulakukan sebelumnya, menyebalkan! Nanti kalian akan
merindukanku! Lihat saja!, teriakku dalam hati

Keesokkan harinya aku masih
menjalani hsriku seperti biasa. Hari ini di mata kuliah jam terakhir
mendapatkan ilmu baru bagiku. Aku bahkan agak ragu bisa menggunakannya lagi
karena sudah satu semester ini tidak menggunakannya, aku memang tak pandai
menggunakannya. Baiklah! Aku harus berusaha, kataku dalam hati bersemangat.



Sepulang dari kampus

Aku berjalan mencari sesuatu
yang kucari. Lama itu berlangsung hingga satu jam lebih sampai aku
menemukannya. Walaupun begitu aku tidak bisa mendapatkannya. Lalu aku pergi ke
suatu tempat untuk mengunjungi seseorang. Sudah lama tidak berkunjung karena
itu aku ke sana. Aku berbincang dengan seseorang itu hingga mencapai keheningan
dan ia pun sibuk. Aku berinisiatif, mengambil kesempatan untuk menelepon kak
Dei tapi aku agak ragu karena malu. Aku terus berpikir berulang-ulang hingga
kucoba sekedar menekan tombol berwarna hijau di ponselku tak lama kudengar
seseorang di seberang sana berbicara dari ponselku. Aku mendengar agak samar
karena ponsel agak jauh sekitar 30 cm. Segera kudekatkan ponselku ke
telingaku dan menjawab panggilannya. Kami berbicara agak lama karena ada
kesamaan di antara kami yaitu keahliannya sekarang sedang kupelajari.



Kalau boleh jujur, aku
sangat malu. Aku bahkan sempat berpikir untuk memutar ulang waktu dan meminta
maaf karena tidak mengunjunginya di Kyoto. Aku mulai bernostalgia dan mulai
menganalisis kehidupanku. Dulu kak Dei bersekolah di The Fortune High School
dan aku di The Normal High School yang bersebelah dengan sekolah kak Dei. Kedua sekolah itu memiliki halaman yang sama.
Kemudian saat di senior high scool dia mengambil jurusan Multimedia, aku pun begitu. Dan sekarang aku mengambil jurusan yang
sama di perkuliahan ini setelah dia lulus dari kampus tersebut. Ya! Kami duduk
di bangku kuliah yang sama. Bahkan kami lahir di bulan yang sama, April. Hanya berbeda dua hari darinya,
ya aku lebih dulu. Tapi tetap saja dia lebih tua karena berbeda 3 tahun.



Apakah ini hanya kebetulan
ataukah ...



Ah, mungkin aku hanya
berlebihan menganalisis sejauh itu



Aku jadi ingat saat aku
belum sekolah dasar, aku sering bermain bersamanya.kini aku memegang kening
paling kananku. Luka ini, mengingatkanku akan hal itu. kening bagian ini sempat
terluka dan mengeluarkan darah  hingga
aku pingsan, kata orang-orang. Aku ingin menanyakan secara langsung padanya.

‘setelah itu apa yang terjadi’ aku ingin menanyakan hal itu. yang kuingat saat itu,
setelah aku siuman,  ibuku sedikit
berteriak kepadaku dan bertanya beberapa hal. Aku tahu kenapa? Ia sangat
khawatir. Tapi kapan aku bisa menanyakannya. Kurasa jarak kami semakin jauh saja.
Aku ingin mengejarnya. Bersama seperti dulu seperti seorang teman dan terus
bermain. Aku tahu kami tidak muda lagi dan tidak seperti anak-anak bermain-main.
Paling tidak bersenda gurau dan mengobrol adalah pengganti dari kata
main-bermain semasa kita kecil.



Thursday, 30 April 2015
NR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar